Thursday, April 3, 2014

Lintas Sejarah Lanud Ranai

Pangkalan TNI AU Ranai merupakan pangkalan Operasi TNI AU tipe C dan berada dibawah komando dan kendali Koopsau I. Secara geografis Lanud Ranai berhadapan langsung dengan kemungkinan datangnya ancaman sehingga keberadaan Lanud Ranai sangat strategis dan penting, terlebih lagi jika dikaitkan dengan lingkungan strategis yang dinamis di kawasan. Sejak dioperasionalkan tahun 1955 hingga saat ini (2014), dalam konteks Operasi Militer untuk perang (OMP) Lanud Ranai telah ikut berperan dalam berbagai penggelaran operasi dan latihan baik yang diselenggarakan oleh TNI AU maupun Mabes TNI. Selain itu secara historis, dalam konteks Operasi Militer selain Perang (OMSP) Lanud Ranai juga berperan dalam merekatkan hubungan antara masyarakat Natuna dengan TNI AU terutama dalam pembangunan daerah dan khususnya dibidang perhubungan udara yang sangat membantu kelancaran pemerintahan daerah dan sosial masyarakat di Natuna.

Selayang Pandang

Kepulauan Natuna (Kabupaten Natuna, beribukota Ranai) merupakan salah satu pulau terbesar yang berada dibawah administrasi Propinsi Kepulauan Riau (beribukota Tanjung Pinang). Kabupaten Natuna merupakan salah satu kabupaten termuda era reformasi yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 53 Tahun 1999 dan disahkan pada tanggal 12 Oktober 1999. Posisi koordinat Kabupaten Natuna, antara 02 derajat sampai dengan 05 derajat Lintang Utara dan antara 104 derajat sampai dengan 110 derajat Bujur Timur dengan luas wilayah secara keseluruhan 141.901 km, terdiri dari beberapa gugusan pulau yaitu gugusan pulau Pulau Natuna, terdiri dari Pulau Laut, Sedanau, Bunguran dan Midai, Gugusan Pulau Serasan terdiri dari pulau Serasan, Subi Besar, dan Subi Kecil.

Terdiri dari 272 pulau, dari keseluruhan pulau tersebut hanya 76 pulau atau 28% yang telah di huni, sedangkan 195 atau lebih kurang 72% pulau lainnya masih belum berpenghuni. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Kabupaten Natuna (angka sementara) adalah 69.319 orang, yang terdiri dari 35.780 laki-laki dan 33.449 perempuan. Pulau Natuna memiliki beberapa potensi sumber daya alam yang belum dikelola secara optimal, diantaranya perikanan laut yang mencapai lebih dari 1 juta ton per tahun dengan total pemanfaatan hanya 36%, pertanian dan perkebunan seperti ubi-ubian, kelapa, karet, sawit dan cengkeh masih dikelola secara tradisional, obyek wisata: bahari, gunung, air terjun dan gua alam belum didukung dengan infrastruktur pariwisata yang memadai, sumber daya energi minyak bumi dan gas alam terletak di D-Alpha yang terletak 225 km di sebelah utara Pulau Natuna (di ZEEI) dengan total cadangan 222 trillion cubic feet (TCT) dan gas hidrokarbon yang bisa didapat sebesar 46 TCT yang merupakan salah satu sumber terbesar di Asia namun masih menjadi isu antara pusat dan daerah. Fasilitas dan infrastruktur yang ada masih terus dalam pembangunan berupa jalan raya, pelabuhan dan jembatan, sementara untuk sumber listrik didukung melalui genset bertenaga diesel secara terbatas. Transpotasi darat berupa taksi plat hitam dan ojek, transportasi laut berupa kapal perintis dan pompong, transportasi udara, 2 maskapai 4 kali seminggu.

Kepulauan Natuna merupakan daerah terdepan karena terletak paling utara di wilayah NKRI (pulau Sekatung) dan wilayah yang sangat strategis karena satu-satunya pulau yang berada pada lintasan jalur perhubungan di Asia baik jalur perhubungan laut (sea lines of communication/SLOC) dan jalur perhubungan udara (air lines of communications/ALOC) dari wilayah Asia Tenggara, Asia Selatan, Arab dan Afrika ke wilayah Asia Tengah, Asia Timur, Pasifik dan Amerika atau sebaliknya. Perairan di wilayah kepulauan Natuna juga merupakan wilayah yang sangat vital bagi beberapa negara asing khususnya Singapura karena dibawahnya terdapat jalur pipa minyak bumi dan gas alam dan jalur kabel serat optik bawah laut. Natuna berbatasan langsung dengan negara asing batas wilayah sebelah utara adalah Vietnam dan Kamboja, batas selatan adalah gugusan kepulauan Riau, sebelah barat Semenanjung Malaysia dan pulau Bintan sedangkan sebelah timur adalah Kalimantan Utara (Malaysia) dan Kalimantan Barat.
Pangkalan TNI AU (Lanud) Ranai terletak di Pulau Natuna yang termasuk gugusan kepulauan Natuna Utara tepatnya di Kelurahan Ranai Kecamatan Bunguran Timur Kabupaten Natuna, memiliki areal seluas 450,5 Hektar, dengan batas sebelah Barat kampung “Pring”, sebelah Timur pantai Laut Cina Selatan, sebelah Utara Kampung Batu Hitam dan Selatan Kampung “Penagih” ( Kampung di atas muara sungai Ulu).
Riwayat Pangkalan TNI AU Ranai.

Tahun 1950. Antara akhir tahun 1949-1950 Belanda meninggalkan pangkalan udara Natuna dan diambil alih oleh Pemerintah RI.

Tanggal 20 Maret Tahun 1952. Tim survey dari Mabesau yang datang ke Pulau. Natuna dengan menggunakan kapal motor B.O. 38 bersandar di pelabuhan dagang Penagi dan mengadakan pertemuan dengan seluruh masyarakat.

Tanggal 21 Maret Tahun 1952. Asisten Wedana kecamatan Bunguran Timur bersama para pemuka masyarakat membawa tim tersebut ke daerah yang bernama Padang Air Uma untuk mengadakan peninjauan dan survey.

Tahun 1953. Tim survey kedua dengan menggunakan pesawat PB-2 Catalina kembali datang dan mendarat dialur Pelabuhan Penagi. Tim mengadakan survey selama satu hari penuh guna melengkapi data-data lokasi yang akan di jadikan Landasan Pacu pesawat.

Bulan April Tahun 1955. Pada saat menjelang Konfrensi Asia Afrika di Bandung beberapa penduduk Pulau Natuna melihat sebuah pesawat yang terbang dalam keadaan terbakar kemudian jatuh dilaut dekat Pulau Batu Billis Kelurahan Kelarik Kec. Bunguran Barat. Pesawat jatuh tersebut adalah milik maskapai penerbangan INDIA “KHASMIR PRINCES”, yang membawa delegasi RRC ke Konfrensi ASIA AFRIKA di Bandung. Dengan adanya kejadian ini maka pemerintahan saat itu mempercepat pembangunan pangkalan udara di Natuna.

Tanggal 5 Mei Tahun 1955. Mabesau mengirim Tim pembangunan pangkalan udara yang dipimpin oleh Letnan Udara Satu R. Sadjad Nrp 462981 dengan 6 anggota, yaitu Pratu Effert (ADC), Sipil Komaling (Mandor 1), Sipil Williem (Mandor 2 merangkap tukang kayu), Sipil Mathias (juru masak merangkap tukang kayu), Sipil Chalik (juru masak merangkap tukang kayu), Sipil Othing (Tehnik). Tim mendarat dialur Pelabuhan Sedanau (sebelah barat pulau Natuna) menggunakan pesawat PB-2 Catalina, selanjutnya pada pukul 19.00 WIB berangkat menuju Ranai dengan kapal motor penduduk setempat.

Tanggal 6 Mei Tahun 1955. Tim menggelar musyawarah dengan para pejabat dan pemuka masyarakat setempat. Hasil musyawarah tersebut, masyarakat sebanyak 17 orang secara bergotong royong memulai pengukuran dan pematokan lokasi di daerah Padang Air Uma yang disaksikan oleh Wakil Lurah Ranai Bapak Bujang Ali Samad. Kondisi Padang Air Uma saat itu merupakan hutan, rawa dan kebun kelapa, pemakaman umum masyarakat. Disebelah utara terdapat perkampungan Tandjung Pasir yang dihuni oleh lima kepala keluarga, sebelah selatan + 15 meter terdapat laut muara Sungai Ulu yang bermuara dialur Pelabuhan Penagi, disebelah timur 350 meter terdapat laut, disebelah barat + 50 meter terdapat kebun kelapa rakyat.

Tanggal 27 Mei Tahun 1955. Pembangunan pangkalan udara dilaksanakan bersama masyarakat dari 8 desa (Ranai, Sepempang, Tandjung, Tjeruk, Kelanga, Pengadah, Sungai Ulu dan Tjemaga ), terhimpun 5722 orang dan dilaksanakan oleh 100 orang setiap harinya secara bergantian dengan mempergunakan peralatan yang sangat sederhana yang dibawa oleh tim berupa skop 4 buah, kampak 2 buah, dan palu besar 2 buah, sedangkan kekurangan peralatan berupa cangkul, parang, karung pengangkut pasir dibawa sendiri oleh rakyat sebagian diperoleh dari toko-toko secara kredit termasuk bahan makanan. Guna menghilangkan kelelahan pada malam harinya diputarkan Film (layar tancap) yang sudah dipersiapkan oleh tim sehingga masyarakat sangat antusias dalam melaksanakan pekerjaannya dan menjadi satu-satunya hiburan yang ada pada masa itu. Pekerjaan awal yang dilaksanakan adalah membuka hutan, Landasan di buat membujur dari selatan ke utara dengan azimut 00/18, panjang 1300 m dan lebar 40 m dengan schoulder kiri kanan masing-masing 15 m. Landasan ini berupa landasan rumput yang diperkeras dengan batu karang di garis tengah membujur seukuran jarak roda – roda pesawat C- 47 ( Dakota ).
Tanggal 2 Agustus Tahun 1955. Kasau Komodor Udara Rd. Suryadi Suryadharma beserta rombongan tiba di Lanud Ranai menggunakan pesawat PB-2 Catalina yang mendarat di Pelabuhan Pelantar Penagih. Didampingi oleh Letnan Udara Satu Sadjad, Kasau dan rombongan meninjau hasil-hasil yang telah dicapai dalam pembangunan Landasan Udara Ranai. Bentuk landasan mulai kelihatan lahan yang tadinya rawa dan hutan sekarang sudah menjadi rata, akan tetapi dalam proses pengerasan tanah ditemui adanya hambatan dengan terbatasnya alat peralatan di Ranai. Hal ini mempengaruhi kelancaran pembangunan, sehingga dicarikan jalan keluarnya dengan menggunakan alat manual dari pohon kelapa yang diangkat dengan tenaga manusia dan ditumbukan ke tanah tetapi hasilnya kurang memuaskan.

Tanggal 2 September Tahun 1955. Kepala PU I Effert Watulingas dengan dua anggota untuk berangkat ke Tanjung Pinang untuk meminjam Wals (mesin giling) ke jawatan PU Tanjung Pinang.

di Pelabuhan Penagi, wals yang beratnya 6 ton tidak memungkinkan untuk diturunkan keatas dermaga yang terbuat dari kayu, sehingga dalam proses penurunannya dari kapal wals tersebut di bongkar menjadi bagian-bagian kecil dan di rakit kembali di darat hingga dapat di gunakan. Dengan adanya penambahan kelengkapan peralatan Jeep dan dua buah Treler kesulitan pengangkutan pengangkutan pasir dan batu karang ke landasan dapat diatasi sehingga lebih mempercepat proses pembangunan. Pengerasan dan pemadatan landasan dikerjakan dengan wals secara terus-menerus selama 24 jam dengan tenaga kerja dua orang, seorang mengemudi wals dan seorang lagi memegang lampu petromak bergiliran tiap 6 jam dan teratur, suasana kerja siang malam tersebut berlangsung terus sampai saat- saat pendaratan pertama dilakukan. Modal membuat landasan waktu itu adalah semangat membangun, persatuan serta gotong royong, satu hal lagi yang kelihatan sepele tetapi besar sekali artinya saat itu adalah sering diadakannya pemutaran film untuk umum tanpa dipungut bayaran, sehingga banyak orang datang menyaksikan. Sebagai balasannya mereka dengan suka rela membantu membuat landasan yang sebagian besar membawa alat apa adanya.

Tanggal 29 Desember Tahun 1955. Dilaksanakan landing test oleh pesawat C-47 (Dakota) AURI nomor registrasi T-480 dengan pilot Kapten Udara A. Fatah, merupakan salah satu penerbang AURI berkualifikasi test pilot dan mission track record yang baik pada masa itu. Percobaan pendaratan tersebut dapat terlaksana dengan baik dan berhasil.

Tanggal 10 Maret Tahun 1956. Pembangunan landasan pacu lanud Ranai dinyatakan selesai. Dalam pembangunan landasan tahap pertama ini tidak kurang dari dua belas pemilik pohon kelapa mendapat ganti rugi dua dollar Malaya tiap batang pohon nya. Rumah-rumah yang terkena proyek tersebut milik lima kepala keluarga, dengan ikhlas dan gembira menerima penggatian yang cukup besar pada masa itu serta mendapat lahan relokasi dan rumah baru di daerah Pring.

Tanggal 20 Mei Tahun 1955. Letnan Udara Satu R Sadjad dinaikan pangkatnya menjadi Kapten udara, dan dijadikan Komandan Pangkalan Udara Ranai yang pertama. Pembangunan lanjutan pangkalan udara terus dilaksanakan dengan membangun fasilitas-fasilitas pendukung pangkalan, menggunakan tenaga pekerja harian dengan upah tiga dollar Malaya, bagi pekerja-pekerja yang memiliki semangat kerja dan berprestasi baik diangkat menjadi kekuatan personil TNI AU yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil. Adapun masyarakat yang telah berjasa dalam membuka hutan/membangun landasan secara suka rela dan gotong royong diberi piagam penghargaan oleh Kepala Staf Angkatan Udara Komodor Udara Rd. S Suryadarma dan mereka diberi kesempatan menikmati penerbangan (Joy flight) diatas kepulauan Natuna dengan pesawat Dakota.

Tahun 1960. Guna mengantisipasi dampak perang Vietnam seperti pengungsi Vietnam dan kamboja serta agar dapat didarati pesawat C-130 Hercules, pembangunan lanjutan dilaksanakan kembali.

Tahun 1975. Landasan diperkeras, diperlebar dan diperpanjang menjadi 200 m, sehingga landasan memiliki dimensi 2.550 X 32 m. Pembangunan fasilitas lain berupa penambahan apron, albanav (NDB, R/W light dan tower), hangar dan apron barat, scramble area di RW 36.

Tanggal 16 Mei Tahun 1981. Tahun 1980 pembangunan lanjutan Lanud Ranai dinyatakan selesai dan diresmikan oleh Menhankam Pangab pada masa itu, Jenderal TNI M. Jusuf.

Menhankam Pangab Jenderal M.Jusuf saat tiba di Lanud Ranai Dalam rangka penggunaan landasan
Bulan Desember Tahun 1996. Peningkatan albanav dengan instalasi VOR dan PAPI. Operational publishing bulan Januari 1997.

Bulan Oktober Tahun 2013. Akhir tahun 2013, peningkatan fasilitas NDB dengan teknologi terbaru dan renovasi beberapa fasilitas pendukung seperti mess crew, mess VIP dan fasilitas tower system.

Pelibatan Operasi Dan latihan

Operasi.

Operasi Halau (Tahun 1985-1990). Perang Vietnam yang terjadi di wilayah Indochina antara Vietnam Utara (dibantu China dan Russia) versus Vietnam Selatan (dibantu Amerika dan Eropa) berdampak dengan migrasi besar-besaran pengungsi dari Vietnam dan Kamboja yang masuk ke wilayah NKRI khususnya di Kepulauan Riau. Maka Pangkoopsau I sejak tanggal 29 Mei 1985 mengeluarkan surat tugas operasi penanggulangan pengungsi Vietnam (Sinam) yang dipusatkan di Pangkalan TNI AU Ranai, dengan nama Operasi Halau. Dengan adanya situasi dan kondisi kawasan Asia pada tahun 1985 terutama di wilayah negara Vietnam yang menimbulkan masalah kemanusiaan berupa pengungsian besar-besaran dari Vietnam ke beberapa negara di sekitarnya termasuk Indonesia. Dan wilayah kepulauan Natuna merupakan wilayah yang dekat dengan Vietnam dan dijadikan tempat tujuan para pengungsi.
Operasi dilaksanakan dalam rangka mencegah subversi maupun infiltrasi melalui laut dan udara, khususnya pengungsi Vietnam dan pengawasan serta penghancuran sasaran di wilayah perairan kepulauan Natuna dan sekitarnya. Pelaksanaan operasi mencapai waktu lebih dari satu setengah tahun yang melibatkan unsur darat, laut dan udara. Dengan adanya Operasi Halau di Lanud Ranai maka kekuatan udara dioperasikan di Lanud Ranai dengan menggunakan pesawat yang ada pada waktu itu ialah : satu flight pesawat OV-10 Bronco Skadron Udara 1, Cessna-401 Skadron Udara 4 dan Heli SAR SA-330 Puma Skadron Udara 8. Pelaksanaan pengintaian udara dilaksanakan secara rutin 3-4 kali setiap minggu untuk mencari dan menemukan perahu-perahu Sinam.
Operasi Sayap Elang.
Operasi Alur Elang.
Operasi Angkut Elang.
Latihan.
Latihan Gabungan TNI. Tahun 1996 dan September Tahun 2008
Latihan Puncak TNI AU Angkasa Yudha. Bulan Oktober Tahun 2013
Latihan Gabungan TNI PPRC. Bulan September Tahun 2012
Latihan Satuan Komlek Omega. Bulan Oktober Tahun 2013
Latihan Satuan Jalak Sakti dan Latihan Satuan Trisula Perkasa Agustus Tahun 2007
Latihan Bersama Camar Indopura. Tahun 1999, 2000, 2001, 2002 , dan Agustus 2007


sumber By : Dedi Supriadi

Unknown

Author & Editor

NTX24 adalah sebuah Personal Web atau Blog yang menyediakan informasi tentang Natuna seperti WISATA PULAU, PANTAI, KESENIAN, BUDAYA dan lain-lain di daerah Kabupaten Natuna.

0 komentar:

Post a Comment